UROLITHIASIS
Pengertian
Urolithiasis
adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urine, seperti calcium, oxalat,
fosfat, asam urat, dan lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat
ditemukan di setiap tempat saluran kemih, mulai dari ginjal hingga kandung
kemih.
Lebih
dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium
fosfat, batu xanthyn, batu sistein, batu silikat, dan batu jenis lainnya.
Etiologi
Penyebab
terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori (Purnomo,
2009) :
a. Teori
nukleasi
Secara
teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti
hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu
terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap
terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih
besar. Meskipun cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran
kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Meskipun proses pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam
saluran kemih yang memungkinkan jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam
urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amoium fosfat
terbentuk karena urine bersifat basa).
Kondisi
metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH
larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut dalam urine, laju
aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih
yang bertindak sebagai inti batu.
b. Teori
inhibitor crystal (penghambat
kristalisasi)
Diduga
terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid
fosfat, pirofosfat, polifosfat (mencegah pengikatan kalsium dengan
oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai komposisi batu), dan beberapa protein
atau senyawa organik lain yang mampu menghambat pertumbuhan kristal, menghambat
agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal (asam mukopolisakarida, glikosaminoglikan,
protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin).
Selain
kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya
batu saluran kemih, yakni sebagai berikut:
1) Faktor
internal :
Ø Stasis
urine
Ø
Infeksi; Infeksi Saluran Kencing
(ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti
pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk
amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
Ø Hiperkalsiuria
(kadar kalsium di dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat disebabkan oleh
:
·
Hiperparathyroid atau
status keganasan (peningkatan resorpsi kalsium tulang), ranulomatous (dimana
terjadi peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma), intake vitamin D
yang berlebih.
·
Gangguan kemampuan
reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui usus.
·
Penggunaan
obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triamterene, penggunaan jangka
panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih pada seorang individu.
Ø
Hiperoksaluri (ekskresi
oksalat urine > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami
gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien banyak
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi instan, soft drink,
kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam).
Ø
Hiperurikosuria (kadar
asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang berlebihan dalam urine
bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam urat. Sumber asam urat
di dalam urin berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun berasal
dari metabolisme endogen.
Faktor
Eksternal :
Ø Umur (penyakit ini paling sering didapatkan
pada usia 30-50 tahun)
Ø Jenis
kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien perempuan)
Ø Keadaan
Sosial Ekonomi
Penyakit
batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding
nonindrustrialis.
Ø Diet
Meningkatnya
kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak, protein
hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan
makanan berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden
batu saluran kemih.
Ø Jenis
pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan
aktivitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan suhu yang tinggi akan meningkatkan
insisden batu saluran kemih.
Ø
Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat.
Ø Iklim
Individu
yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet
tinggi akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran
kemih akan meningkat.
Ø Riwayat
keluarga
Riwayat
batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya batu
saluran kemih pada seseorang.
Manifestasi
Klinis
a.
Nyeri,
rasa nyeri yang berbeda-beda ditentukan oleh lokasi batu :
Ø Ginjal
Menimbulkan 2 macam jenis
nyeri :nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang
timbul) disebabkan oleh karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter yang meningkat untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
syaraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan
kapsule ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Ø Pelvis
renalis
Batu
saluran kemih sebesar lebih dari 1 cm pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri
berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2.
Ø Ureter
bagian atas dan tengah
Akan
menyebabkan rasa nyeri pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah. Rasa
nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan
obstruksi.
Ø Ureter
bagian distal (bawah)
Akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada
wanita. Dan nyeri sering dirasakan pula saat kencing atau menjadi sering
kencing.
Ø Bladder
(kandung kemih)
Akan menyebabkaan gejala
iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan hematuria. Jika
batu mengobstruksi bladder neck, maka
akan terjadi retensi urin.
b.
Kristaluria; urine yang
keluar disertai dengan pasir atau batu.
c.
Infeksi; batu yang
terdapat di saluran kemih menjadi tempat bersarangnya kuman yang tidak dapat
dijangkau oleh obat-obatan. Batu jenis struvite adalah yang paling sering
berhubungan dengan infeksi, umumnya disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas,
Providencia, Klebsiella, Staphyllococcus dan Mycoplasma. Batu jenis lain adalah
batu kalsium fosfat.
d.
Demam; bila kuman sudah
menyabar ke tempat lain. Tanda demam yang diikuti dengan hipotensi, palpitasi,
vasodilatasi pembuluh darah dikulit merupakan tanda terjadinya urosepsis
(kedaruratan).
e.
Adanya massa di daerah
punggung; obstruksi urine di saluran kemih bagian atas yang akut ditandai
dengan rasa sakit di punggung bagian bawah, dan pada obstruksi yang berlangsung
lama kadang-kadang dapat ditemukan massa pada saat palpasi akibat adanya
hidronefrosis.
f.
Nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pemeriksaan sedimen
urine (adanya leukositoria, hematuria, kristal, kultur kuman pemecah urea) dan
faal ginjal.
b.
Kadar elektrolit darah
dan urine (kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat).
c.
Foto polos abdomen :
mendeteksi adanya batu opak seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
paling sering dijumpai.
d.
BNO/KUB : Bladder Nier
Oversich/Kidney Ureter Bladder, untuk melihat anatomi dan bayangan batu pada
saluran kemih.
e.
IVP (Intravenous
Pyelography) : Untuk melhat fungsi fisiologis ginjal dan melihat secara
simultan apakah adanya obstruksi pada saluran kemih. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk medeteksi batu semi-opak (MAP) atau non-opak (urat/sistin).
f.
RPG (Retrograde
Pyelography ) : Dilakukan bila jenis batu radilusen yang tak dapat dilihat
dengan BNO/IVP, RPG suatu tindakan dimasukkannya kateter ureter dengan tanpa
guide wire sepanjang 3-4 cm ke dalam ureter, lalu dimasukkan sejumlah kontras
dan difoto dengan alat fluroskopi.
g.
USG, CT scan, MRI :
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada
keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu di ginjal
atau di buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan
ginjal.
Treatment
1. Observasi
Konservatif
Kebanyakan
batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa perlu adanya
intervensi. Tergantung jenis batu, bentuk dan lokasi. Batu ureter 4-5 mm, 40-50 % dapat keluar secara
spontan, namun jika lebih dai 6 mm maka hanya 5% yang keluar secara spontan.
Namun ini tidaklah menunjukkan bahwa batu 1-2 cm tidak dapat keluar secara
spontan dan batu 1-2mm dapat keluar secara spontan.
2. Agen
Disolusi
Yaitu
larutan atau bahan untuk memecahkan batu, agen disolusi ini keefektifannya
tergantung dengan luas permukaan batu, jenis batu, volume cairan irigasi dan
cara keluarnya.
Agen alkalinisasi oral :
sodium aatau potassium bikarbonat dan potasium sitrat.
Agen alternatif lainnya
adalah orange juice.
Agen alkalinisasi intravena
: 1/6 molar sodium laktat
Agen alkalinisasi intra renal
: Sodium bikarbonat, tromerthamine E yang dimasukkan melalui nefrostomi.
3. Mengurangi
Obstruksi
Ø
Pemasangan
DJ Stent untuk menghindari perforasi dinding ureter akibat batu yang lewat
Ø Percutaneous
nefrostomi untuk mengeluarkan urine melalui alat yang yang dimasukkan ke dalam
pelvis renalis
4. Terapi
Non Invasif
ESWL
(Extracorporeal Shockwafe Lithotripsy) : Pemecah batu dengan gelombang kejut
dari luar tubuh.
ESWL digunakan jika batu
ureter tidak dapat keluar secara spontan dengan terapi konservatif.
Keberhasilan cara ini tergantung dari ukuran, lokasi batu dan metode yang
digunakan, dan modalitas imaging yang digunakan. Batu ginjal dengan ukuran
total <2,0-2,5 cm memberikan hasil yang baik dengna ESWL. Sebagian besar
srep[ihan batu dapat dikeluarkan dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Komplikasi
ESWL jarang ditemukan dan biasanya berhubungan dengan sepsis dan terdapatnya
sisa-sisa batu di dalam saluran kemih.
5. Terapi
Invasif Minimal
Ø Ureteroscopic Stone
Extraction : Ekstraksi batu dengan teropong ureter
Yaitu
pengeluaran batu dengan menggunakan teropong ureter, efektif untuk batu saluran
kemih bagian bawah. Penggunaan ureteroscop dan pelebaran saluran kemih dengan
menggunakan balon dapat meningkatkan keberhasilan pengeluaran batu secara
dramatis. Angka keberhasilannya berkisar 66-100% tergantung dari besarnya batu,
lokasi batu, berapa lama batu berada dalam saluran kemih, adanya riwayat
operasi di daerah retroperitonel dan ketrampilan operator. Komplikasi seperti
penyempitan ureter jarang terjadi.
Ø URS
(ureterorenoscopy)
Prosedur dengan menggunakan
teropong dari ureter ke ginjal, dilakukan untuk diagnosis sekaligus untuk
terapi. Cara ini biasanya dilakukan untuk terapi batu ureter, atau indikasi
lain seperti penyempitan ureter dan tumor ureter. Dengan teropong yang
berdiameter besar dapat digunakan alat-alat untuk menghancurkan batu, seperti
ultrasonik, elektrohidrolik dan laser probe; juga alat untuk mengeluarkan batu.
Ø PCN
(Percutaneous Nephrolithotomy)
adalah
pengambilan batu ginjal atau ureter bagian atas melalui kulit. Cara ini adalah
pilihan terapi untuk batu yang berukuran lebih besar dari 2,5 cm yang tidak
mempan dengan ESWL.
Prosedur
ini dilakukan dengan membuat irisan sepanjang 1 cm di daerah pinggang untuk
memasukkan alat nefroskop, yang terdiri dari kamera untuk melihat ke dalam dan
alat untuk ‘menangkap’ batu, yang diarahkan langsung ke ginjal atau ureter
penderita. Dengan bantuan nefroskop ini, batu berukuran kecil
dapat dengan mudah dikeluarkan. Sedangkan batu yang berukuran besar akan
dihancurkan terlebih dahulu dengan ultrasonic, elektrohidrolik atau laser
sebelum dikeluarkan. Setelah menjalani prosedur pembedahan ini, penderita batu
saluran kemih biasanya dapat kembali menjalankan aktivitas normalnya setelah 2
minggu perawatan pasca operasi. (mades/ins).
Ø Cystolithotripsi/Cystolitholapaxy
Adalah
pemecahan batu di dalam bladder melalui bantuan alat cystoscopi, lalu kemudian
batu dihancurkan dengan Elektrohydrolik, ultrasonik, pneumatik lithotritos
6. Terapi
Bedah
Dalam
melakukan penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu dilakukan
usaha untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan. Namun jika
sampai waktu tertentu batu tetap tidak dapat dikeluarkan, biasanya karena
terlalu besar dan menimbulkan rasa sakit akibat obstruksi urine , maka akan
dilakukan tindakan pembedahan
Ø Nefrolitotomi
Prosedur
ini hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit. Pengambilan batu dilakukan
langsung dari ginjal atau pyelum ginjal penderita, setelah sebelumnya dokter
membuat irisan (10-20 cm) di daerah pinggang atau perut penderita (tergantung
lokasi batu). Perawatan pasca operasi biasanya lebih lama karena cedera yang
diakibatkan cukup berat.
Ø Nefrektomi
parsial
Kadangkala batu pada saluran kemih
dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal. Jika kerusakan fungsi ginjal sudah
sangat parah, biasanya dilakukan operasi radikal dengan mengangkat bagian organ
ginjal yang rusak. Pengangkatan seluruh ginjal biasa dikenal dengan istilah
nefrektomi. Namun seringkali ada bagian ginjal yang masih baik sehingga
pengangkatan seluruh ginjal menimbulkan risiko ketidakmampuan ginjal lainnya
untuk bekerja dengan baik. Nefrektomi parsial atau pengangkatan sebagian
tertentu dari ginjal, walaupun jarang dilakukan, lebih cocok bagi penderita
kerusakan fungsi ginjal pada bagian tertentu akibat adanya batu yang kronik. Karena dengan teknik ini, yang diangkat hanya bagian
yang mengandung batu dan mengalami kerusakan.
Ø Pyelolitotomi
Pembedahan
untuk mengambil batu yang berada di pelvis renalis.
Ø Urethrolitotomi
Pembedahan untuk mengambil
batu yang berada di ureter.
Ø Cystolitotomi
Pembedahan
untuk mengambil batu yang berada di bladder.
Pencegahan
Umumnya,
50% pasien tanpa tindakan profilaksis akan mengalami rekurensi batu saluran
kemih dalam 5 tahun. Karena itu diperlukan edukasi dan tindakan-tindakan
preventif disertai dengan motivasi kepada penderita untuk mencegah timbulnya
kembali batu saluran kemih. Tindakan pencegahan itu antara lain:
Minum
Banyak Air
Konsumsi
air 7 sampai 12 gelas dalam satu hari dapat meningkatkan produksi urin sampai 2
kali per hari. Konsumsi air ini juga dapat mencegah pembentukan kristal urin
yang dapat menyebabkan batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air setiap kali
makan, pada saat bangun tidur, sebelum tidur dan di malam hari, jika ingin
buang air kecil.
Perubahan
pola makan
Apabila
didapati kadar kalsium atau oksalat yang tinggi dalam darah, perlu dilakukan
diet. Antara lain dengan mengurangi konsumsi susu, telur, es krim, yogurt dan
keju yang mengandung kalsium tinggi dan mengurangi konsumsi kopi, coklat,
kacang,
dan bayam sebagai sumber oksalat yang tinggi.
Konsumsi
obat-obatan oral
Beberapa
jenis obat dianjurkan sebagai pencegahan terbentuknya batu saluran kemih,
seperti:
Obat-obatan untuk meningkatkan pH urin, yaitu: kalium
sitrat.
Penghambat
absorbsi usus: selulosa fosfat
Suplemen
fosfat
Diuretik,
seperti: Tiazid
Suplemen
Kalsium
Penurun
asam urat: Allopurinol
Inhibitor
urease: Acetohydroxamic acid (AHA)
Mengurangi
konsumsi garam yang berlebihan
Selain
dapat memperkecil risiko terjadinya hipertensi, pengurangan konsumsi garam
berlebih dapat menurunkan jumlah kalsium yang diekskresikan lewat urin sehingga
mencegah pembentukan batu kalsium dalam saluran kemih.
ASUHAN KEPERAWATAN
UROLITHIASIS
Pengkajian
Data-data
yang mungkin dapat ditemukan pada pasien :
Ø Riwayat
keluarga ada yang menderita urolhitiasis, riwayat pasien pernah mengalami
urolhitiasis.
Ø Lingkungan
tempat tinggal dimana sumber air minum keluarga mengandung tinggi mineral.
Ø
Intake
makanan yang mengandung tinggi kalsium dan oksalat.
Ø
Keluhan
nyeri kolik dan nonkolik tergantung dengan besar, lokasi batu.
Ø Keluhan
pernah terjadi infeksi saluran kemih (LUTS) : penurunan out put urine, distensi
bladder, urgency, rasa panas atau terbakar saat miksi.
Ø Terdapat
kristaluria, hematuria.
Ø Demam,
jika terdapat urosepsis maka dapat ditemukan pula hipotensi, vasodilatasi
pembuluh darah di kulit, palpitasi.
Ø Pada
pengkajian fisik dapat ditemukan nyeri ketok pada CVA, teraba massa pada
abdomen jika telah terjadi hidronefrosis.
Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan :
Ø Urinalisa
: urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat sel
darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam
(untuk jenis batu cystine atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium,
amonium fosfat atau kalsium fosfat).
Ø Urine
24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat,
atau cystin.
Ø Urine
kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
Ø
Biokimia
darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
Ø
Ureum,
creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada
ginjal karena batu.
Ø
Natrium
klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan
bikarbonat diduga akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
Ø Leukosit
: Meningkat, menandakan adanya infeksi
Ø Sel
darah merah : Biasanya normal
Ø Hb/Ht
: Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau anemia
(perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
Ø Hormon
Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
Ø BNO
: Memperlihatkan adanya batu atau
perubahan anatomi pada ginjal dan
ureter.
Ø
IVP
: Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan bayangan
batu.
Ø Cystoscopy
dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan obstrksi pada
bladder, ureter dan ginjal.
Ø
CT
Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan distensi bladder.
Ø Ultrasound
Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.
Rencana
Asuhan Keperawatan Urolithiasis
Pre
Operasi
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
||||
|
|
Resiko
kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan :
q Penurunan
fungsi filtrasi ginjal
q Retensi
natrium dan cairan
Ditandai
dengan :
·
Ureum :
·
Creatinin :
·
CCT :
·
Na :
·
Cl :
·
………………..
|
Volume
cairan tubuh seimbang
Kriteria
hasil :
q Urine
out put > 30 ml/ jam
q Balans
cairan / 24 jam K500
cc
q Edema
(-)
q Hasil
lab ureum, creatinin, CCT, Na, Cl dalam batas normal (…………………..)
|
q Kaji
status cairan klien:
· Timbang
berat ba-dan secara periodik
· Hitung
balans cairan intake-output
·
Kaji
turgor kulit dan adanya edema
· Adanya
distensi vena jugularis
· Peningkatan
TD, Nadi
· Peningkatan
fre-kuensi nafas dan suara nafas tambahan
q Batasi
intake cairan sesuai dengan balans cairan
q
Identifikasi
sumber yang dapat menyebabkan pemasukan cairan berlebih
·
Medikasi
·
Makanan
q
Jelaskan
kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
q
Dorong
klien untuk mengekspresikan perasaan dan frustasi yang dirasakan
q
Berikan
oral hygiene yang adekuat untuk meminimalkan kekeringan membran mukosa mulut
q Konsultasi dengan gizi untuk membatasi pemasukan
protein dan lemak. Pastikan masukan kalori yang adekuat
q ..................................
q ..................................
|
||||
|
|
|
|
|
||||
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
||||
|
|
Nyeri b.d :
q Peningkatan
kontraksi ureter
q Trauma jaringan, formasi edema, iskemik sel
q ...........................
...........................
DS :
q Keluhan
nyeri pada .........................
q ..........................
..........................
DO :
q TD
:.......Nadi: ..... RR:.......
q Wajah
meringis
q Psn gelisah, tidak dapat beristirah/tidur cukup
q Otot
tegang
q Fokus
pada diri sendiri
q BNO-IVP
: batu terdapat di............
q ...........................
...........................
|
Nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria Evaluasi :
q Pasien melaporkan bahwa spasme otot berkurang
q Pasien
terlihat relaks, dapat istirahat/tidur cukup.
q ..........................
..........................
|
Mandiri :
q Catat lokasi, durasi dan intensitas (skala0-10 ),
radiasi nyeri. Monitor
tanda nonverbal : peningkatan TD, Nadi, lemah.
q Jelaskan
tentang penyebab nyeri dan anjurkan klien untuk melapor ke pada perawat bila
terjadi perubahan karakteristik nyeri
q Berikan suasana yang nyaman dan tenang, masase
punggung
q Bantu klien untuk melakukan tehnik nafas dalam,
imaginasi dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri.
q Bantu pasien dan sarankan untuk ambulasi dan minum
3000-4000 cc/hari jika tidak ada kontra indikasi
q Catat
adanya peningkatan atau nyeri abdomen yang tetap
Kolaborasi
q Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Jenis narkosa;
me-peridine, morphine. Antispasmodik : flaavoxate (urispas),
Ditropan
q Berikan kompres hangat pada bagian punggung
q Pertahankan kepatenan kateter jika ada.
|
||||
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
|
|
Perubahan eliminasi urin b.d
q Stimulasi
bladder oleh batu
q Iritasi
renal atau ureter oleh batu
q Obstruksi
mekanis, inflamasi
q ...........................
...........................
DS :
q Urgensi
q Frekunsi
q ..........................
q .........................
q ..........................
..........................
DO :
q Retensi
urin
q Oliguria
q Hematuria
q USG :
q BNO-IVP:
q Urinalisa:............
...........................
...........................
..........................
q ...........................
...........................
|
Eliminasi normal
Kriteria Evaluasi :
q Pasien melaporkan bahwa b.a.k spontan tanpa keluhan.
q Pola
berkemih normal
q Tidak
ada tanda obstruksi
q ..........................
..........................
|
Mandiri :
q Monitor
intake dan out put dan karakteristik urin
q Kaji
pola normal bak klien serta variasinya
q Tingkatkan
intake cairan oral
q Kumpulkan urine dan saring untuk meng-kumpulkan batu
sehingga dpt dianalisa di lab
q Kaji
adanya distensi bladder dengan pal-pasi suprapubis. Catat adanya penurunan
output urin dan ada-nya edema periorbital.
q Observasi
adanya pe-rubahan status men-tal, tingkah laku atau tingkat kesadaran
Kolaborasi
q Monitor
hasil lab : Elektrolit, ureum dan kreatinin
q Lakukan pemeriksaan kutur urin dan resistensi kuman
q Berikan obat-obatan sesuai indikasi................
.............................
.............................
.............................
q Pertahankan kepa-tenan kateter uretra, ureter,
nefros-tomi jika dipergunakan
q Lakukan irigasi dengan larutan asam atau alkali
sesuai indikasi...............
............................
............................
q Siapkan pasien untuk dilakukan prosedur endoskopi ...........................
...........................
ESWL
:...............
Atau
prosedur pembedahan......
.............................
.............................
|
Post
Operasi
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
|
|
Resiko kurang volume cairan tubuh b.d
q Nausea,
muntah
q Diuresis
post obstruksi
q ...........................
...........................
DS :
q ..........................
q .........................
q ..........................
..........................
DO :
q Muntah
(+)
q Produksi
urine :
...........................
q Intake
cairan :
...........................
q Balance
cairan :
..........................
q ..........................
...........................
...........................
..........................
q ...........................
...........................
|
Volume cairan tbuh cukup
Kriteria Evaluasi :
q Balance
cairan seimbang
q TTV
dan berat badan normal
q Membran
mukosa lembab
q Nadi
perifer teraba
q Turgor
kulit baik
q ..........................
q ..........................
..........................
|
Mandiri :
q Monitor
intake dan out put
q Catat karakteristik muntah, diarea dan faktor
presipitasi.
q Tingkatkan cairan 3 – 4 ltr/hari jika tidak ada kontra indikasi
q Monitor
TTV, evaluasi Capilary refill, turgor kulit, membran mukosa.
q Timbang
berat badan setiap hari
Kolaborasi
q Monitor
hasil lab : Elektrolit dan Hb,Ht
q Berikan
cairan intravena
q Berikan makanan lunak agar mudah dicerna
q Berikan obat-obatan antiemetik sesuai indikasi................
.............................
.............................
.............................
.............................
|
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
|
|
Gangguan rasa
nyaman nyeri b.d
q Insisi
pembedahan
q Posisi
dan ketegangan otot-otot saat operasi
DS :
q Pasien
mengeluh nyeri pada .................................
q .................................
.................................
DO :
q wajah
pesien meringis saat bergerak
q tidak
dapat istirahat/tidur dengan nyaman
q mendapat
terapi analgetik...................
.................................
q Terdapat
luka pada
.................................
q Posisi
saat operasi
...............................
|
Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
q Pasien
menyatakan nyeri berkurang
q Secara
bertahap meningkatkan aktivitas
q Pasien
tenang, cukup istirahat /tidur
q Berpartisipasi dalam melakukan tehnik relaksasi
|
Mandiri :
q Kaji tingkat nyeri pasien dengan skala nyeri
q Berikan kompres hangat dan pijatan pada otot yang tegang
q Tekan daerah insisi dengan telapak tangan atau
bantal saat pasien batuk atau nafas dalam
q Bantu dan anjurkan pasien untuk ambulasi dini
q Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik relaksasi dan
nafas dalam
Kolaborasi :
q Berikan
analgetik sesuai program
|
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
|
|
Resiko
terjadinya infeksi berhubungan dengan
q Insisi
operasi
q Tidak
adekuatnya daya tahan primer karena prosedur infasif
q Pemasangan
kateter, NGT, drain, Nefrostomi
Ditandai
dengan :
DS
:
q Pasien mengatakan adanya luka operasi di daerah
abdomen bagian …….
q ...........................
............................
DO :
q KU…….TD….
Nadi ….x/menit RR…..x/menit. Suhu …...L C
q Tampak
luka insisi abdomen
bagian..........................................................................
q Leukosit
……
q
Program
dokter ….......................
|
Infeksi
tidak terjadi selama tujuh hari
Kriteria
evaluasi :
q Luka
insisi utuh, tidak ada bengkak, kemerahan, nyeri, pus
q Luka
sembuh dengan adekuat
q Suhu
tubuh normal (36-37 L C)
q Tidak
ada tanda-tanda infeksi pada pemasangan alat
q Hasil
lab leukosit normal (5000-10.000 ul)
|
q Observasi
balutan dan insisi luka terhadap adanya pengeluaran dan pendarahan setiap 4
jam sekali
q Ganti
balutan dan observasi proses penyembuhan
q observasi
tanda-tanda infeksi luka, kemerahan, drainase, nyeri, bau
q Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
q Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik pada saat
mengganti balutan dan tindakan yang berhubungan dengan alat-alat yang
terpasang
q Observasi suhu tiap 4 jam hari pertama, selanjutnya
6-8 jam atau setiap shift jika tidak ada kenaikan suhu
q Jaga kebersihan perorangan dan lingkungan pasien
q Berikan antibiotika sesuai dengan program dokter
atau indikasi
q Beri makan TKTP dan pantau makan habis atau tidak
Kolaborasi
:
q Pemeriksaan
leukosit
q Pemberian
terapi antibiotik.......................
|
Tgl
|
No
Dx
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA
TINDAKAN
|
|
|
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan yang dibutuhkan b.d
q Misinterpretasi
informasi
q Kurang
terpaparnya informasi
q ...........................
...........................
DS :
q Menanyakan
tentang .........................
q ..........................
..........................
DO :
q ..........................
...........................
...........................
..........................
q ...........................
...........................
|
Pengetahuan pasien adekuat.
Kriteria Evaluasi :
q Scr
verbal pasien mengerti tentang proses penyakit
q Berinisiatif
untuk merubah gaya hidup
q Berpartisipasi
dalam tindakan
q ..........................
q ..........................
..........................
|
Mandiri :
q Ulangi
tentang proses penyakit dan tujuan yang diharapkan
q Tekankan tentang perlunya intake cairan yang
cukup 3 – 4 ltr/hari, ajari klien untuk memper-hatikan bila adanya mulut yang
kering, diuresis yang berle-bihan, dipphoresis maka klien harus meningkatkan
intake cairan
q Ajarkan tentang makanan yang harus dihindari/
dibatasi:
Purin; alkohol, jeroan, kacang-kacangan
Kalsium; susu, keju, yoghurt, Oksalat; coklat, kopi,
bayam.
q Diskusikan bila ada obat yang harus di-minum untuk
meng-hindari terjadinya kambuh kembali
q Anjurkan
klien untuk tetap aktif
q Dengarkan secara aktif ttg keinginan klien untuk
meng-ubah gaya hidup dan mentaati pro-gram terapi regimen
q Ajarkan klien untuk mengevaluasi penyakitnya; rasa
nyeri, hematuria, oliguria
q Ajarkan
tentang perawatan luka pembedahan
q .........................
q ........................
|
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram,
Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar
Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Soeparman.
(1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta