Sabtu, 23 Februari 2013

Laporan Pendahuluan UROLITHIASIS


UROLITHIASIS

Pengertian
Urolithiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urine, seperti calcium, oxalat, fosfat, asam urat, dan lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran kemih, mulai dari ginjal hingga kandung kemih.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, batu silikat, dan batu jenis lainnya.

Etiologi

Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori (Purnomo, 2009) :
a.       Teori nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amoium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa).

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut dalam urine, laju aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

b.      Teori inhibitor crystal (penghambat kristalisasi)
Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat (mencegah pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai komposisi batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain yang mampu menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal (asam mukopolisakarida, glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin).

Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya batu saluran kemih, yakni sebagai berikut:
1)      Faktor internal :
Ø  Stasis urine
Ø  Infeksi; Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
Ø  Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat disebabkan oleh :
·        Hiperparathyroid atau status keganasan (peningkatan resorpsi kalsium tulang), ranulomatous (dimana terjadi peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma), intake vitamin D yang berlebih.
·        Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui usus.
·        Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triamterene, penggunaan jangka panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu saluran kemih pada seorang individu.
Ø Hiperoksaluri (ekskresi oksalat urine > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien banyak mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi instan, soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam).
Ø Hiperurikosuria (kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam urat. Sumber asam urat di dalam urin berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun berasal dari metabolisme endogen.

Faktor Eksternal :
Ø  Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
Ø  Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien  perempuan)
Ø  Keadaan Sosial Ekonomi
Penyakit batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding nonindrustrialis.
Ø  Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak, protein hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan makanan berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Ø  Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktivitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan suhu yang tinggi akan meningkatkan insisden batu saluran kemih.

Ø  Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
Ø  Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
Ø  Riwayat keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya batu saluran kemih pada seseorang.

Manifestasi Klinis
a.            Nyeri, rasa nyeri yang berbeda-beda ditentukan oleh lokasi batu :
Ø   Ginjal
Menimbulkan 2 macam jenis nyeri :nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter yang meningkat untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.  Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal syaraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan kapsule ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Ø   Pelvis renalis
Batu saluran kemih sebesar lebih dari 1 cm pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2.
Ø   Ureter bagian atas dan tengah
Akan menyebabkan rasa nyeri pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah. Rasa nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi.
Ø   Ureter bagian distal (bawah)
Akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Dan nyeri sering dirasakan pula saat kencing atau menjadi sering kencing.
Ø   Bladder (kandung kemih)
Akan menyebabkaan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin.
b.           Kristaluria; urine yang keluar disertai dengan pasir atau batu.
c.            Infeksi; batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat bersarangnya kuman yang tidak dapat dijangkau oleh obat-obatan. Batu jenis struvite adalah yang paling sering berhubungan dengan infeksi, umumnya disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella, Staphyllococcus dan Mycoplasma. Batu jenis lain adalah batu kalsium fosfat.
d.           Demam; bila kuman sudah menyabar ke tempat lain. Tanda demam yang diikuti dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah dikulit merupakan tanda terjadinya urosepsis (kedaruratan).
e.            Adanya massa di daerah punggung; obstruksi urine di saluran kemih bagian atas yang akut ditandai dengan rasa sakit di punggung bagian bawah, dan pada obstruksi yang berlangsung lama kadang-kadang dapat ditemukan massa pada saat palpasi akibat adanya hidronefrosis.
f.            Nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra.

Pemeriksaan Diagnostik
a.            Pemeriksaan sedimen urine (adanya leukositoria, hematuria, kristal, kultur kuman pemecah urea) dan faal ginjal.
b.           Kadar elektrolit darah dan urine (kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat).
c.            Foto polos abdomen : mendeteksi adanya batu opak seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang paling sering dijumpai.
d.           BNO/KUB : Bladder Nier Oversich/Kidney Ureter Bladder, untuk melihat anatomi dan bayangan batu pada saluran kemih.
e.            IVP (Intravenous Pyelography) : Untuk melhat fungsi fisiologis ginjal dan melihat secara simultan apakah adanya obstruksi pada saluran kemih. Pemeriksaan ini ditujukan untuk medeteksi batu semi-opak (MAP) atau non-opak (urat/sistin).
f.            RPG (Retrograde Pyelography ) : Dilakukan bila jenis batu radilusen yang tak dapat dilihat dengan BNO/IVP, RPG suatu tindakan dimasukkannya kateter ureter dengan tanpa guide wire sepanjang 3-4 cm ke dalam ureter, lalu dimasukkan sejumlah kontras dan difoto dengan alat fluroskopi.
g.           USG, CT scan, MRI : Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu di ginjal atau di buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

Treatment
1.      Observasi Konservatif
Kebanyakan batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa perlu adanya intervensi. Tergantung jenis batu, bentuk dan lokasi. Batu ureter 4-5 mm, 40-50 % dapat keluar secara spontan, namun jika lebih dai 6 mm maka hanya 5% yang keluar secara spontan. Namun ini tidaklah menunjukkan bahwa batu 1-2 cm tidak dapat keluar secara spontan dan batu 1-2mm dapat keluar secara spontan.
2.      Agen Disolusi
Yaitu larutan atau bahan untuk memecahkan batu, agen disolusi ini keefektifannya tergantung dengan luas permukaan batu, jenis batu, volume cairan irigasi dan cara keluarnya.
Agen alkalinisasi oral : sodium aatau potassium bikarbonat dan potasium sitrat.
Agen alternatif lainnya adalah orange juice.
Agen alkalinisasi intravena : 1/6 molar sodium laktat
Agen alkalinisasi intra renal : Sodium bikarbonat, tromerthamine E yang dimasukkan melalui nefrostomi.

3.      Mengurangi Obstruksi
Ø  Pemasangan DJ Stent untuk menghindari perforasi dinding ureter akibat batu yang lewat
Ø  Percutaneous nefrostomi untuk mengeluarkan urine melalui alat yang yang dimasukkan ke dalam pelvis renalis
4.      Terapi Non Invasif
ESWL (Extracorporeal Shockwafe Lithotripsy) : Pemecah batu dengan gelombang kejut dari luar tubuh.
ESWL digunakan jika batu ureter tidak dapat keluar secara spontan dengan terapi konservatif. Keberhasilan cara ini tergantung dari ukuran, lokasi batu dan metode yang digunakan, dan modalitas imaging yang digunakan. Batu ginjal dengan ukuran total <2,0-2,5 cm memberikan hasil yang baik dengna ESWL. Sebagian besar srep[ihan batu dapat dikeluarkan dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Komplikasi ESWL jarang ditemukan dan biasanya berhubungan dengan sepsis dan terdapatnya sisa-sisa batu di dalam saluran kemih.
5.      Terapi Invasif Minimal
Ø  Ureteroscopic Stone Extraction : Ekstraksi batu dengan teropong ureter
Yaitu pengeluaran batu dengan menggunakan teropong ureter, efektif untuk batu saluran kemih bagian bawah. Penggunaan ureteroscop dan pelebaran saluran kemih dengan menggunakan balon dapat meningkatkan keberhasilan pengeluaran batu secara dramatis. Angka keberhasilannya berkisar 66-100% tergantung dari besarnya batu, lokasi batu, berapa lama batu berada dalam saluran kemih, adanya riwayat operasi di daerah retroperitonel dan ketrampilan operator. Komplikasi seperti penyempitan ureter jarang terjadi.
Ø  URS (ureterorenoscopy)
Prosedur dengan menggunakan teropong dari ureter ke ginjal, dilakukan untuk diagnosis sekaligus untuk terapi. Cara ini biasanya dilakukan untuk terapi batu ureter, atau indikasi lain seperti penyempitan ureter dan tumor ureter. Dengan teropong yang berdiameter besar dapat digunakan alat-alat untuk menghancurkan batu, seperti ultrasonik, elektrohidrolik dan laser probe; juga alat untuk mengeluarkan batu.

Ø  PCN (Percutaneous Nephrolithotomy)
adalah pengambilan batu ginjal atau ureter bagian atas melalui kulit. Cara ini adalah pilihan terapi untuk batu yang berukuran lebih besar dari 2,5 cm yang tidak mempan dengan ESWL.
Prosedur ini dilakukan dengan membuat irisan sepanjang 1 cm di daerah pinggang untuk memasukkan alat nefroskop, yang terdiri dari kamera untuk melihat ke dalam dan alat untuk ‘menangkap’ batu, yang diarahkan langsung ke ginjal atau ureter penderita. Dengan bantuan nefroskop ini, batu berukuran kecil dapat dengan mudah dikeluarkan. Sedangkan batu yang berukuran besar akan dihancurkan terlebih dahulu dengan ultrasonic, elektrohidrolik atau laser sebelum dikeluarkan. Setelah menjalani prosedur pembedahan ini, penderita batu saluran kemih biasanya dapat kembali menjalankan aktivitas normalnya setelah 2 minggu perawatan pasca operasi. (mades/ins).
Ø  Cystolithotripsi/Cystolitholapaxy
Adalah pemecahan batu di dalam bladder melalui bantuan alat cystoscopi, lalu kemudian batu dihancurkan dengan Elektrohydrolik, ultrasonik, pneumatik lithotritos
6.      Terapi Bedah
Dalam melakukan penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu dilakukan usaha untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan. Namun jika sampai waktu tertentu batu tetap tidak dapat dikeluarkan, biasanya karena terlalu besar dan menimbulkan rasa sakit akibat obstruksi urine , maka akan dilakukan tindakan pembedahan
Ø  Nefrolitotomi
Prosedur ini hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit. Pengambilan batu dilakukan langsung dari ginjal atau pyelum ginjal penderita, setelah sebelumnya dokter membuat irisan (10-20 cm) di daerah pinggang atau perut penderita (tergantung lokasi batu). Perawatan pasca operasi biasanya lebih lama karena cedera yang diakibatkan cukup berat.
Ø  Nefrektomi parsial
Kadangkala batu pada saluran kemih dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal. Jika kerusakan fungsi ginjal sudah sangat parah, biasanya dilakukan operasi radikal dengan mengangkat bagian organ ginjal yang rusak. Pengangkatan seluruh ginjal biasa dikenal dengan istilah nefrektomi. Namun seringkali ada bagian ginjal yang masih baik sehingga pengangkatan seluruh ginjal menimbulkan risiko ketidakmampuan ginjal lainnya untuk bekerja dengan baik. Nefrektomi parsial atau pengangkatan sebagian tertentu dari ginjal, walaupun jarang dilakukan, lebih cocok bagi penderita kerusakan fungsi ginjal pada bagian tertentu akibat adanya batu yang kronik. Karena dengan teknik ini, yang diangkat hanya bagian yang mengandung batu dan mengalami kerusakan.
Ø  Pyelolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di pelvis renalis.
Ø  Urethrolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di ureter.
Ø  Cystolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di bladder.

Pencegahan
Umumnya, 50% pasien tanpa tindakan profilaksis akan mengalami rekurensi batu saluran kemih dalam 5 tahun. Karena itu diperlukan edukasi dan tindakan-tindakan preventif disertai dengan motivasi kepada penderita untuk mencegah timbulnya kembali batu saluran kemih. Tindakan pencegahan itu antara lain:
Minum Banyak Air
Konsumsi air 7 sampai 12 gelas dalam satu hari dapat meningkatkan produksi urin sampai 2 kali per hari. Konsumsi air ini juga dapat mencegah pembentukan kristal urin yang dapat menyebabkan batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air setiap kali makan, pada saat bangun tidur, sebelum tidur dan di malam hari, jika ingin buang air kecil.

Perubahan pola makan
Apabila didapati kadar kalsium atau oksalat yang tinggi dalam darah, perlu dilakukan diet. Antara lain dengan mengurangi konsumsi susu, telur, es krim, yogurt dan keju yang mengandung kalsium tinggi dan mengurangi konsumsi kopi, coklat, kacang, dan bayam sebagai sumber oksalat yang tinggi.


Konsumsi obat-obatan oral
Beberapa jenis obat dianjurkan sebagai pencegahan terbentuknya batu saluran kemih, seperti:
Obat-obatan untuk meningkatkan pH urin, yaitu: kalium sitrat.
Penghambat absorbsi usus: selulosa fosfat
Suplemen fosfat
Diuretik, seperti: Tiazid
Suplemen Kalsium
Penurun asam urat: Allopurinol
Inhibitor urease: Acetohydroxamic acid (AHA)

Mengurangi konsumsi garam yang berlebihan
Selain dapat memperkecil risiko terjadinya hipertensi, pengurangan konsumsi garam berlebih dapat menurunkan jumlah kalsium yang diekskresikan lewat urin sehingga mencegah pembentukan batu kalsium dalam saluran kemih.

ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS


Pengkajian

Data-data yang mungkin dapat ditemukan pada pasien :
Ø  Riwayat keluarga ada yang menderita urolhitiasis, riwayat pasien pernah mengalami urolhitiasis.
Ø  Lingkungan tempat tinggal dimana sumber air minum keluarga mengandung tinggi mineral.
Ø  Intake makanan yang mengandung tinggi kalsium dan oksalat.
Ø  Keluhan nyeri kolik dan nonkolik tergantung dengan besar, lokasi batu.
Ø  Keluhan pernah terjadi infeksi saluran kemih (LUTS) : penurunan out put urine, distensi bladder, urgency, rasa panas atau terbakar saat miksi.
Ø  Terdapat kristaluria, hematuria.
Ø  Demam, jika terdapat urosepsis maka dapat ditemukan pula hipotensi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit, palpitasi.
Ø  Pada pengkajian fisik dapat ditemukan nyeri ketok pada CVA, teraba massa pada abdomen jika telah terjadi hidronefrosis.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
Ø  Urinalisa : urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat sel darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam (untuk jenis batu cystine atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium, amonium fosfat atau kalsium fosfat).
Ø  Urine 24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat, atau cystin.
Ø  Urine kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
Ø  Biokimia darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
Ø  Ureum, creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada ginjal karena batu.
Ø  Natrium klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan  bikarbonat diduga akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
Ø  Leukosit : Meningkat, menandakan adanya infeksi
Ø  Sel darah merah : Biasanya normal
Ø  Hb/Ht : Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau anemia (perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
Ø  Hormon Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
Ø  BNO : Memperlihatkan adanya batu  atau perubahan anatomi  pada ginjal dan ureter.
Ø  IVP : Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan bayangan batu.
Ø  Cystoscopy dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan obstrksi pada bladder, ureter dan ginjal.
Ø  CT Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan distensi bladder.
Ø  Ultrasound Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.




Rencana Asuhan Keperawatan Urolithiasis
Pre Operasi
Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan :
q  Penurunan fungsi filtrasi ginjal
q  Retensi natrium dan cairan

Ditandai dengan :
·     Ureum :
·     Creatinin :
·     CCT :
·     Na :
·     Cl :
·     ………………..
Volume cairan tubuh seimbang

Kriteria hasil :
q  Urine out put > 30 ml/ jam
q  Balans cairan / 24 jam K500 cc
q  Edema (-)
q  Hasil lab ureum, creatinin, CCT, Na, Cl dalam batas normal (…………………..)
q  Kaji status cairan klien:
·      Timbang berat ba-dan secara periodik
·      Hitung balans cairan intake-output
·      Kaji turgor kulit dan adanya edema
·      Adanya distensi vena jugularis
·      Peningkatan TD, Nadi
·      Peningkatan fre-kuensi nafas dan suara nafas tambahan
q  Batasi intake cairan sesuai dengan balans cairan
q  Identifikasi sumber yang dapat menyebabkan pemasukan cairan berlebih
·      Medikasi
·      Makanan
q  Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
q  Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dan frustasi yang dirasakan
q  Berikan oral hygiene yang adekuat untuk meminimalkan kekeringan membran mukosa mulut
q  Konsultasi dengan gizi untuk membatasi pemasukan protein dan lemak. Pastikan masukan kalori yang adekuat
q  ..................................
q  ..................................
















Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Nyeri b.d :
q  Peningkatan kontraksi ureter
q  Trauma jaringan, formasi edema, iskemik sel
q  ...........................
...........................

DS :
q  Keluhan nyeri pada .........................
q  ..........................
..........................
DO :
q  TD :.......Nadi: .....   RR:.......
q  Wajah meringis
q  Psn gelisah, tidak dapat beristirah/tidur cukup
q  Otot tegang
q  Fokus pada diri sendiri
q  BNO-IVP : batu terdapat di............
q  ...........................
...........................


Nyeri berkurang/terkontrol


Kriteria Evaluasi :
q  Pasien melaporkan bahwa spasme otot berkurang
q  Pasien terlihat relaks, dapat istirahat/tidur cukup.
q  ..........................
..........................
Mandiri :
q  Catat lokasi, durasi dan intensitas (skala0-10 ), radiasi nyeri. Monitor tanda nonverbal : peningkatan TD, Nadi, lemah.
q  Jelaskan tentang penyebab nyeri dan anjurkan klien untuk melapor ke pada perawat bila terjadi perubahan karakteristik nyeri
q  Berikan suasana yang nyaman dan tenang, masase punggung
q  Bantu klien untuk melakukan tehnik nafas dalam, imaginasi dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri.
q  Bantu pasien dan sarankan untuk ambulasi dan minum 3000-4000 cc/hari jika tidak ada kontra indikasi
q  Catat adanya peningkatan atau nyeri abdomen yang tetap

Kolaborasi
q  Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Jenis narkosa; me-peridine, morphine. Antispasmodik : flaavoxate (urispas), Ditropan
q  Berikan kompres hangat pada bagian punggung
q  Pertahankan kepatenan kateter jika ada.

Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Perubahan eliminasi urin b.d
q  Stimulasi bladder oleh batu
q  Iritasi renal atau ureter oleh batu
q  Obstruksi mekanis, inflamasi
q  ...........................
...........................

DS :
q  Urgensi
q  Frekunsi
q  ..........................
q   .........................
q  ..........................
..........................
DO :
q  Retensi urin
q  Oliguria
q  Hematuria
q  USG :
q  BNO-IVP:
q  Urinalisa:............
...........................
...........................
..........................
q  ...........................
...........................


Eliminasi normal

Kriteria Evaluasi :
q  Pasien melaporkan bahwa b.a.k spontan tanpa keluhan.
q  Pola berkemih normal
q  Tidak ada tanda obstruksi
q  ..........................
..........................
Mandiri :
q  Monitor intake dan out put dan karakteristik urin
q  Kaji pola normal bak klien serta variasinya
q  Tingkatkan intake cairan oral
q  Kumpulkan urine dan saring untuk meng-kumpulkan batu sehingga dpt dianalisa di lab
q  Kaji adanya distensi bladder dengan pal-pasi suprapubis. Catat adanya penurunan output urin dan ada-nya edema periorbital.
q  Observasi adanya pe-rubahan status men-tal, tingkah laku atau tingkat kesadaran
Kolaborasi
q  Monitor hasil lab : Elektrolit, ureum dan kreatinin
q  Lakukan pemeriksaan kutur urin dan resistensi kuman
q  Berikan obat-obatan sesuai indikasi................
.............................
.............................
.............................
q  Pertahankan kepa-tenan kateter uretra, ureter, nefros-tomi jika dipergunakan
q  Lakukan irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi...............
............................
............................
q  Siapkan pasien untuk dilakukan prosedur  endoskopi ...........................
...........................
ESWL :...............
Atau prosedur pembedahan......
.............................
.............................
Post Operasi

Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Resiko kurang volume cairan tubuh b.d
q  Nausea, muntah
q  Diuresis post obstruksi
q  ...........................
...........................

DS :
q  ..........................
q   .........................
q  ..........................
..........................
DO :
q  Muntah (+)
q  Produksi urine :
...........................
q  Intake cairan :
...........................
q  Balance cairan :
..........................
q  ..........................
...........................
...........................
..........................
q  ...........................
...........................


Volume cairan tbuh cukup

Kriteria Evaluasi :
q  Balance cairan seimbang
q  TTV dan berat badan normal
q  Membran mukosa lembab
q  Nadi perifer teraba
q  Turgor kulit baik
q  ..........................
q  ..........................
..........................
Mandiri :
q  Monitor intake dan out put
q  Catat karakteristik muntah, diarea dan faktor presipitasi.
q  Tingkatkan cairan 3 – 4  ltr/hari jika tidak ada kontra indikasi
q  Monitor TTV, evaluasi Capilary refill, turgor kulit, membran mukosa.
q  Timbang berat badan setiap hari
Kolaborasi
q  Monitor hasil lab : Elektrolit dan Hb,Ht
q  Berikan cairan intravena
q  Berikan makanan lunak agar mudah dicerna
q  Berikan obat-obatan antiemetik  sesuai indikasi................
.............................
.............................
.............................
.............................




Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Gangguan rasa nyaman nyeri b.d
q  Insisi pembedahan
q  Posisi dan ketegangan otot-otot saat operasi

DS :
q  Pasien mengeluh nyeri pada .................................
q  .................................
     .................................

DO :
q  wajah pesien meringis saat bergerak
q  tidak dapat istirahat/tidur dengan nyaman
q  mendapat terapi analgetik...................
.................................
q  Terdapat luka pada
.................................
q  Posisi saat operasi
...............................
Nyeri berkurang


Kriteria hasil :
q  Pasien menyatakan nyeri berkurang
q  Secara bertahap meningkatkan aktivitas
q  Pasien tenang, cukup istirahat /tidur
q  Berpartisipasi dalam melakukan tehnik relaksasi
Mandiri :
q  Kaji tingkat nyeri pasien dengan skala nyeri
q  Berikan kompres hangat  dan pijatan pada otot yang tegang
q  Tekan daerah insisi dengan telapak tangan atau bantal saat pasien batuk atau nafas dalam
q  Bantu dan anjurkan pasien untuk ambulasi dini
q  Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik relaksasi dan nafas dalam

Kolaborasi :
q  Berikan analgetik sesuai program






Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan
q  Insisi operasi
q  Tidak adekuatnya daya tahan primer karena prosedur infasif
q  Pemasangan kateter, NGT, drain, Nefrostomi

Ditandai dengan :
DS :
q Pasien mengatakan adanya luka operasi di daerah abdomen bagian …….
q ...........................
............................

DO :
q  KU…….TD…. Nadi ….x/menit RR…..x/menit. Suhu …...L C
q  Tampak luka insisi abdomen bagian..........................................................................
q  Leukosit ……
q  Program dokter ….......................
Infeksi tidak terjadi selama tujuh hari

Kriteria evaluasi :
q  Luka insisi utuh, tidak ada bengkak, kemerahan, nyeri, pus
q  Luka sembuh dengan adekuat
q  Suhu tubuh normal (36-37 L C)
q  Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pemasangan alat
q  Hasil lab leukosit normal (5000-10.000 ul)
q  Observasi balutan dan insisi luka terhadap adanya pengeluaran dan pendarahan setiap 4 jam sekali
q  Ganti balutan dan observasi proses penyembuhan
q  observasi tanda-tanda infeksi luka, kemerahan, drainase, nyeri, bau
q  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 
q  Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik pada saat mengganti balutan dan tindakan yang berhubungan dengan alat-alat yang terpasang
q  Observasi suhu tiap 4 jam hari pertama, selanjutnya 6-8 jam atau setiap shift jika tidak ada kenaikan suhu
q  Jaga kebersihan perorangan dan lingkungan pasien
q  Berikan antibiotika sesuai dengan program dokter atau indikasi
q  Beri makan TKTP dan pantau makan habis atau tidak
Kolaborasi :
q  Pemeriksaan leukosit
q  Pemberian terapi antibiotik.......................





Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN


Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan yang dibutuhkan b.d
q  Misinterpretasi informasi
q  Kurang terpaparnya informasi
q  ...........................
...........................

DS :
q  Menanyakan tentang  .........................
q  ..........................
..........................
DO :
q  ..........................
...........................
...........................
..........................
q  ...........................
...........................


Pengetahuan pasien adekuat.

Kriteria Evaluasi :
q  Scr verbal pasien mengerti tentang proses penyakit
q  Berinisiatif untuk merubah gaya hidup
q  Berpartisipasi dalam tindakan
q  ..........................
q  ..........................
..........................
Mandiri :
q  Ulangi tentang proses penyakit dan tujuan yang diharapkan
q   Tekankan tentang perlunya intake cairan yang cukup 3 – 4 ltr/hari, ajari klien untuk memper-hatikan bila adanya mulut yang kering, diuresis yang berle-bihan, dipphoresis maka klien harus meningkatkan intake cairan
q  Ajarkan tentang makanan yang harus dihindari/ dibatasi:
Purin; alkohol, jeroan, kacang-kacangan
Kalsium; susu, keju, yoghurt, Oksalat; coklat, kopi, bayam.
q  Diskusikan bila ada obat yang harus di-minum untuk meng-hindari terjadinya kambuh kembali
q  Anjurkan klien untuk tetap aktif
q  Dengarkan secara aktif ttg keinginan klien untuk meng-ubah gaya hidup dan mentaati pro-gram terapi regimen
q  Ajarkan klien untuk mengevaluasi penyakitnya; rasa nyeri, hematuria, oliguria
q  Ajarkan tentang perawatan luka pembedahan
q  .........................
q  ........................

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar